Jika
diperkenankan, izinkan saya memperkenalkan diri ini. Saya yang terlahir sebagai
anak pertama dari 6 bersaudara, memiliki nama yang diberi oleh orang tua dengan
arti dan doa yang terbaik. RAIS kata pertama yang menjadi nama awal sekaligus
menjadi nama panggilan saya, memiliki arti “Pemimpin”. Disusul dengan kata
selanjutnya yaitu JAKA PURNAMA, yang jika diartikan kurang lebih adalah sebagai
pemuda yang bersinar. Maka dari itu nama saya memiliki doa yang terbaik, semoga
saja barokah dan sesuai dalam mewujudkan keberkahan hidup. Nama lengkap saya
RAIS JAKA PURNAMA, saat ini berusia 23 tahun dan sempat menempuh pendidikan di
Ibu Kota. Jika dari rumah menuju tempat perantauan yang tidak jauh itu, saya
menggunakan kereta Purwakarta-Jakarta. Dekat memang tapi tidak selalu saya
pulang pergi dari dan menuju kota Purwakarta-Jakarta.
Di
Ibu Kota juga saya memiliki teman baru, suasana baru, ilmu baru, wawasan baru,
dan tentunya pengalaman yang bertambah akan adanya hal-hal baru yang beragam. Berbicara
soal keberagaman tentu tidak bisa terlepas dari suatu perbedaan dan keunikkan. Sifat
dasar manusia memang memiliki keunikan yang berbeda, namun memiliki dasar yang
sama. Jika saja saya menjadi kertas, tentu sayapun akan menjadi berbeda dan
memiliki keunikkan yang beragam. Kertas yang jika dipertemukan dengan tinta,
tentu akan saling menyapa dengan warna-warna yang indah bahkan kusam sekalipun.
Seperti
itu pula saya bisa belajar akan hal-hal baru, karena keberagaman yang mengajari
saya agar bisa menyapa. Pembelajaran yang saya dapatkan di Ibu Kota memang
dikemas dengan bangku kuliah yang tak mudah jika disamakan dengan proses pada
umumnya. Saya dan teman-teman dari berbagai daerah beruntung karena terpilih
dan terkumpul menjadi 1 asrama, 1 kampus, dan berteman menjadi 1 angkatan yang
selalu memiliki aturan dan kebahagian. Aturan yang terkadang menuai pro dan
kontra, belum saja jika ketika rapat kami berpendapat dengan aksen daerah
masing-masing. Ada tempo suara yang cepat atau kalimat yang diucap dengan nada
tinggi. Memang kami tersaring dari berbagai daerah di Nusantara, terpilih
menjadi perwakilan putra daerah. Kami beruntung saya pun senang karena mengenal
keberagaman Indonesia tidak terhenti dari pelajaran sejarah atau kesenian
sekolah dasar, atau bahkan geografi yang menjelaskan teori letak daerah-daerah
yang ada di Nusantara. Saya bangga karena keberagaman kalian yang mengajari
saya agar berani berpendapat ketika rapat, berbicara dengan nada yang
menyesuaikan satu sama lain. Mengerti akan bahasa Indonesia yang tersisip aksen
suku bangsa daerah masing-masing. Keberagaman kalian yang mengajari saya dalam
bersosialisasi dengan sesame, bercerita tentang suasana daerah kampong halaman.
Bukan hanya membahas aturan saja ketika rapat. Karena bagi kami ketika panas
berpendapat dalam suasana rapat, itu hanya untuk memenuhi isi aturan agar
mencapai kesepakatan. Berbeda ketika kami diluar rapat baik formal maupun non
formal, kami sempatkan untuk bahagia mendinginkan suasana. Bernyanyi mengenalkan
lagu daerah kami, bercengkrama mengenalkan dan mencicipi kopi serta produk
unggulan yang masih sempat menjadi bekal kami dari rumah.
Kami
sadar, kami satu atap dan bertujuan menempuh pendidikan yang tak lebih dari 3
tahun ini perlu merekatkan hubungan silaturahmi dan pertemanan. Bahkan tidak
sedikit yang menganggap kami adalah keluarga besar, mungkin se Nusantara. Pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara perwakilan didalam
keluarga kami sudah ada. Selalu kami membeli nasi dan lauk pauk diwarung yang sama,
memang tidak selalu kami beli disana tapi kami makan diatap rumah yang sama
jika dibungkus. Itulah kami, mahasiswa program beasiswa yang diselenggarakan
oleh pemerintah. Peranan Pemerintah yang diharapkan oleh kami, anak-anak daerah
yang hampir putus asa karena kuliah. Bagaimana kami mau menyombongkan harta,
kuliahpun kami tak mampu membayar dengan uang sendiri. Saya bersyukur karena keberagaman
kalian yang mengajari saya arti mandiri, arti kerjasama, kedamaian pertemanan, solusi
perselisihan karena kehabisan uang makan, keberagaman kalian yang mengajari rasa
keperdulian dan bertahan dalam menghadapi suka-duka perantauan.
Hampir
3 tahun kami bersama, kuliah di Jakarta dan bahkan ada beberapa dosen yang
menjari kami materi dengan aksen bahasa yang sama dari salah satu teman kami. Dari
hal tersebut juga saya mempelajari keberagaman bahasa, agar mudah mengerti
dalam pelajaran yang diterangkan. Hampir 3 tahun pula kami pernah berdiskusi
hingga perdebatan yang memanas, kami yang sempat memecah kelompok pertemanan
berdasarkan daerah (mungkin), saya pribadi merasa masih bisa menyesuaikan jika
pertemanan yang berkelompok mini ini. Entah apa penyebabnya yang jelas disalah
satu waktu tertentu saya pernah merasakan. Kecurigaan akan pembicaraan yang
memihak karena membahas dengan bahasa daerah yang tidak saya mengerti
sebelumnya. Tapi itu semua memang adalah fase pembentukkan keluarga bagi kami. Hingga
diakhir semester kami sempatkan melakukan pembulatan yang dikemas dengan acara
liburan disalah satu pantai laut selatan.
Memang
liburan ini menjadi lliburan terakhir kami ketika menjadi mahasiswa di Ibu
Kota, mengumpulkan semua anggota keluarga dalam 1 angkatan. Membahas cita,
mimpi dan harapan, kamipun sempat bertukar kado dan saling mempersembahkan doa
yang berharap terkabulkan. Teringat potongan puisi yang pernah saya baca :
Kepada Laut
Kepada laut..aku berikan mimpi ini
Kepada laut..aku titipkan hati ini
Kepada laut juga..harapan itu tiada henti
Meski semua harus diakhiri
Kepada laut...
….
Karya Noni Arni
Doc. Pribadi
Acara yang kami isi juga dengan berfoto, agar
selalu dapat mengenang masa-masa bertemu dengan teman-teman dari daerah yang
berbeda. Bagaimana saya mampu berdusta, bahwa saya benar adanya senang dengan
adanya keberagaman. Karena keberagaman kalian mengajari saya mengenal suku
bangsa, mengenal bahasa, mengenal permainan tradisional jaman 90-an diberbeda
daerah. Saya bangga memiliki teman dengan karakter yang berbeda, warna kulit
yang tak sama, dan semua itu dikemas dalam keberagaman dengan prestasi yang perlu
disyukuri. Lulus setelah menempuh pendidikan 3 tahun di Ibu Kota, tidak membuat
kami tertinggal oleh jaman dengan adanya kecanggihan teknologi. Tentu hal
tersebut bisa kami manfaatkan dengan membuat wadah komunikasi yang terkoodinir,
hingga kami menjadi alumnipun kami dapat berkomunikasi dengan baik. Bercengkrama
dengan cerita baru yang menarik, sayapun tak canggung lagi menggunakan berbagai
bahasa daerah yang tak banyak sudah saya ketahui. Karena keberagaman kalian
mengajari saya itu.
Didalam grup yang menjadi wadah
komunikasi kamipun, bukan sekedar digunakan untuk bercengkrama. Kami justru
meneruskan pembelajaran dengan saling berbagi informasi terkait tugas yang kami
tanda tangani dalam kontrak beasiswa setelah menempuh masa perkuliahan. Dalam fokusnya
kami ditugaskan untuk membantu perekonomian masyarakat daerah dalam
memanfaatkan peluang usaha dengan sumber daya alam yang tersedia. Sadarkan saja
pengetahuan kita, jika tanah air ini masih sulit terhitung dengan jari berapa
jumlah masyarakat yang berada digaris kemiskinan. Terlihat pada salah satu
contoh data dari Kota Palembang yang memiliki jumlah warga miskin sebesar 378.028 jiwa dan
data tersebut valid adanya dari hasil pencatatan BPS setempat. Palembang yang
juga menjadi kampung halaman dari salah satu teman kami, mendiskusikan
bagaimana cara pendampingan wirausaha agar masyarakat mampu berkembang melalui
kegiatan wirausaha. Tentunya kami memiliki praktik tugas yang beragaman juga,
karena berbedanya kultur budaya kami didaerah. Tapi justru karena keberagaman
tersebut kami bisa saling berbagi informasi. Tidak hanya foto wajah atau
wisata yang kami unggah dalam wadah komunikasi tersebut. Pada intinya jika saya
pun sempat berkelana dan berkunjung ke daerah teman-teman saya itu, saya tidak
lagi terlalu canggung jika harus menawar harga nasi atau makanan dengan
menyesuaikan gaya bicara dan bahasa daerah tersebut. Karena keberagaman kalian
mengajari saya cara menyapa dengan bahasa daerah yang halus dan sesuai.
Terlalu indah jika kenangan kami harus
terlupakan, terlalu indah jika kebahagiaan kami dalam berteman putus karena
perkataan dalam media sosial. Saya sendiri tidak sanggup, karena keberagaman
merupakan aset yang harus saya miliki sebagai media belajar salah satunya. Jika
kami dipertemukan kembali tentu akan banyak cerita baru yang bisa kami bagikan.
Salah satunya adalah rencana hidup yang juga berkotribusi dalam meningkatkan
kesejahteraan kampong halaman.
Terima kasih semoga bermanfaat bagi kita semua…
Sumber referensi :
3.
Cerita mahasiswa TPL Nusantara
1 Komentar
Salut kebersamaannya mas
BalasHapusBaca juga naluripramuka.blogspot.co.id
Silahkan berkomentar dengan relevan :) Blogwalking with sharing...
Emoji