Watak !, bukan soal Suku Jawa atau Sunda

Ilustrasi Peperangan Kerajaan Dulu - Google Search


Kedua suku ini memang seringkali mengalami gesekkan dalam beberapa hal yang sudah turun temurun. Contohnya saja soal pernikahan yang jika masing-masing calon merupakan perwakilan dari masing-masing suku tersebut. Gak sedikit yang cintanya kandas karena alasan asal suku dan daerah asal. Lainnya soal watak atau karakter dan kebiasaan seseorang yang seringkali dikaitkan sebagai representasi suku atau daerah asalnya.

Watak atau karakter, merupakan suatu sifat batin seseorang yang mempengaruhi pikiran, perilaku, budi pekerti dan tabiat yang dimiliki orang tersebut. Dalam menjalani hidup berdampingan dengan sesama manusia, watak menjadi sorotan penting hubungan antar manusia bisa berlangsung.

Watak yang sudah tertanam

Saya pernah tinggal dengan beragam teman yang berasal dari berbagai daerah, khususnya dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan bahkan dari Papua. Beberapa memang tidak murni pribumi dari daerah sama, banyaknya saya cukup mengenal dan memiliki beberapa teman asal Suku Jawa.

Saya sendiri berasal dari turunan Suku Sunda, walaupun saya lahir di Ibu Kota Jakarta yang notabene dihuni oleh Suku Betawi, ya anggap saja saya campuran Betawi-Sunda. Saya juga tidak benar-benar mengenal silsilah keluarga dari zaman kerajaan hingga sekarang.

Watak sendiri sebenarnya sudah tertanam sejak kita dilahirkan, umumnya setelah manusia bisa mengenal sesuatu yang akhirnya menjadi watak yang tertanam.

Secara garis besar, tahapan watak yang sudah tertanam itu sendiri melewati beberapa masa berikut :

Pengenalan - Pemahaman - Penerapan - Pembiasaan - Pembudayaan - Menjadi Karakter

Kedua suku ini, Sunda dan Jawa tentu memiliki pembawaan karakternya yang berbeda-beda. Entah itu pengaruh Keluarga, Lingkungan, Maupun proses pendidikan didalamnya.

Kisah Suku Sunda dan Jawa, mempengaruhi Watak ?

Kita mengenal pada zaman kerajaan dulu, dengan beberapa versi yang saya rangkum misalnya saja tentang alasan orang sunda dan jawa tidak bisa menikah. Khususnya wanita asal sunda dan pria asal jawa.

Pada satu kisah, Kerajaan Majapahit (Jawa) dan Kerajaan Pajajaran (Sunda), terlibat konflik yang cukup pelik, hingga menimbulkan peperangan di antara keduanya. Sejarah kelam itu dikenal dengan sebutan tragedi Perang Bubat. (Kumparan.com)

Singkatnya, Putri Dyah Pitaloka dari Negeri Sunda akan menikah dengan Hayam Wuruk asal Kerajaan Majapahit, Seperti yang kita tahu, Kerajaan Majapahit kala itu ingin menguasai seluruh nusantara. Dalam momentum ini, Mahapatih Gajah Mada berniat untuk menyisipkan politik persekutuan kedua Kerajaan ini. Dengan berbagai alasan tentu membuat Hayam Wuruk menjadi bimbang jika harus menyisipkan politik dalam menjalin cintanya dengan Putri Dyah Pitaloka.

Akhir cerita niat Gajah Mada ini terdengar oleh petinggi Kerajaan Pajajaran, Saat itu, Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan Putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit. Menurut Kidung Sundayana, hal ini menimbulkan niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Ia ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya sebelum Hayam Wuruk naik takhta. Sebab, dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukan, hanya Kerajaan Sunda yang belum dikuasai.

Pihak Pajajaran tidak terima penyerahan Dyah Pitaloka dianggap sebagai simbol takluknya Pajajaran kepada Majapahit. Akibatnya, terjadilah insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada.

Ketika Hayam Wuruk belum memberikan keputusan, pasukan Gajah Mada telah melakukan pergerakan dengan mengerahkan pasukan Bhayangkara ke Pesanggrahan Bubat, kemudian mengancam Linggabuana untuk mengakui kekuasaan Majapahit. Namun, Linggabuana menolak mentah-mentah permintaan tersebut.

Mungkin dari sanalah, salah satu penyebab Gesekkan terjadi

Hidup berdampingan antara kedua Suku ini memang menjadi perhatian yang cukup menegangkan. Terbukti tidak sedikit hubungan komunikasi ketika berdampingan sebagai teman maupun keluarga yang mengalami kegagalan. Tidak bisa menutup mata juga bahwa tidak sedikit yang berhasil dan terkesan dapat menjalin kekeluargaan lebih dari teman biasa sampai sekarang.

Saya pribadi sangat terbantu dengan beberapa teman saya asal suku jawa, saya rasa mereka sejauh ini juga merasa tidak keberatan bersahabat dengan saya.

Saya sendiri mengakui, dalam menjalani hidup beberapa kalimat khas seperti yang pernah kita dengar sebagai suku sunda. Dari sebagian wataknya itu terkenal sebagai pemalas dan tidak pikir panjang. Tapi bukankah kita juga melihat bahwa banyak orang asal suku sunda yang sukses dan bisa mengalahkan rasa malasnya.

Belum lagi, wanita suku sunda dikenal matre, cowonya tidak bisa bekerja dengan tekun, apalagi lainya ? silahkan tambahkan di komentar... 

lagi lagi ini soal watak! bukan soal suku sunda atau jawa.

Ya sebaliknya, saya berani bilang bahwa dari suku Jawa pun mereka banyak yang terkenal karena hemat/pelit atas apa yang dimilikinya. Tidak peka terhadap kondisi sekitar, bahkan akan mementingkan dirinya sendiri walaupun sedang hidup berdampingan... Lagi lagi ini soal watak bukan soal suku sunda atau jawa.

Saya pastikan ini soal watak!!!

Banyak teman baik saya dari suku jawa yang justru mereka tidak beda jauh dengan kebiasaan saya, kamipun bisa saling beradaptasi. Tidak sedikit juga kok, saya masih dianggap pelit dan kapitalis.

Saya akui itu!

Jadi jika kalian setuju, bahwa semua yang bergesekan antar suku ini sebenarnya adalah soal watak saya sepakat. Saya tidak melihat Kerajaan Majapahit atau suku jawa yang memanfaatkan kecintaan Hayam Wuruk kepada Dyah Pitaloka. Tapi saya lebih menjadikan ambisi Gajah Mada untuk menguasai Nusantara dengan sumpah palapa yang dibuatnya. Akhirnya justru malah mencederai hubungan kedua insan yang sedang dimadu asmara ini.
Reactions

Posting Komentar

0 Komentar